Kamis, 26 Februari 2015

Perubahan Cuaca

Pergantian dari musim penghujan ke musim kemarau mulai di rasakan, cuaca siang hari yang begitu terik membuat tubuh harus beradaptasi dengan kondisi yang ada, tentu saja dapat berakibat pada menurunnya daya tahan tubuh dan dapat membuat tubuh rentan terkena penyakit , oleh karna itu kita harus menjaga pola makan dan asupan air minum yang cukup agar tubuh tetap fit, jangan lupa berolah raga ringan :)

RKPDes

Rencana kerja pemerintah desa atau disingkat RKPDes adalah suatu rencana kerja pemerintah desa dalam jangka waktu satu tahun, RKPDes adalah penjabaran dari RPJMDes yang dibuat per 6 Tahun

Rabu, 25 Februari 2015

RPJMDes

RPJMDes atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Yaitu rencana pembangunan yang akan dilaksanakan oleh Desa selama rentan waktu 6 Tahun ke depan, sesuai dengan amanat UU No 6 Tahun 2014 dan Permendagri No.114 Tahun 2014. diharapkan setiap desa mampu merencanakan pembangunannya secara rapih sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat desa diwilayahnya masing - masing.

Selasa, 11 Maret 2014

FIQIH MU'AMALAH

FIQH MU’AMALAH

A.Pengertian

Fiqh muamalah terdiri dari dua kata, yaitu fiqh dan muamalah.
Secara etimologi, fiqh berarti paham; muamalah berarti saling berbuat/beramal/bertindak.
Secara terminologi, pengertian muamalah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
Pengertian muamalah dalam arti luas:
- “Peraturan-peraturan Allah yang diikuti dan ditaati oleh mukallaf dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan bersama.”
- “Aturan-aturan (hukum) Allah yang ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan keduniaan dan sosial kemasyarakatan.”
Pengertian muamalah dalam arti sempit:
- “Akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaat.”
- “Aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dalam usahanya memenuhi kebutuhan hidup jasmani.”
Meskipun penekanan kebutuhan dalam muamalah adalah aspek keduniaan/materi, namun hal ini tidak dapat dilepaskan dari aspek ukhrawi. Jadi, aktivitas muamalah, baik dalam memperoleh, mengelola dan mengembangkan harta (mal) sudah semestinya mengikuti aturan main yang ditetapkan oleh syara’.

B. Pembagian
Fiqh muamalah dapat dibagi menjadi dua bagian:

Al-mu’amalah al-madiyah, yaitu muamalah yang mengkaji objek muamalah (bendanya). Dengan kata lain, al-muamalah al-madiyah adalah aturan yang ditetapkan syara’ terkait dengan objek benda.Dimaksudkan dengan aturan ii, bahwa dalam memenuhi kebutuhan yang sifatnya kebendaan, seperti jual-beli (al-bai’), tidak saja ditujukan untuk mendapatkan keuntungan (profit) semata, akan tetapi juga bagaimana dalam aturan mainnya harus memenuhi aturan jual-beli yang ditetapkan syara’.
Al-muamalah al-adabiyah, yaitu muamalah yang mengkaji bagaimana cara tukar menukar benda. Dengan kata lain, al-muamalah al-adabiyah adalah aturan-aturan syara’ yang berkaitan dengan aktivitas manusia dalam hidup bermasyarakat, ditinjau dari segi subjeknya, yaitu mukallaf/manusia. Hal ini mengacu kepada bagaimana seseorang dalam melakukan akad atau ijab qabul. Apakah dengan rela sama rela (‘an taradlin minkum) atau terpaksa, ada unsur dusta dsb.

Pembagian atau pembedaan tersebut ada pada dataran teoritis saja, karena dalam prakteknya antara keduanya tidak dapat dipisahkan.

C. Kedudukan Muamalah dalam Islam
· Islam memberikan aturan-aturan yang longgar dalam bidang muamalah, karena bidang tersebut amat dinamis, mengalami perkembangan.
· Meskipun demikian, Islam memberikan ketentuan agar perkembangan di bidang muamalah tersebut tidak menimbulkan kemadaratan atau kerugian salah satu pihak.
· Meskipun bidang muamalah berkaitan dengan kehidupan duniawi, namun dalam prakteknya tidak dapat dipisahkan dengan ukhrawi, sehingga dalam ketentuannya mengadung aspek halal, haram, sah, rusak dan batal. 

D. Sumber Hukum Muamalah
- Al- Qur’an, seperti: QS. 2: 188; QS. 4: 29.
- Al- Hadits.
- Ijtihad, merupakan sumber yang banyak digunakan dalam perkembangan fiqh muamalah.

E. Prinsip-prinsip Hukum Muamalah
· Pada dasarnya segala bentuk muamalah hukumnya mubah/boleh, kecuali yang ditentukan lain oleh Al- Qur’an dan atau Al- Hadits.
· Dilakukan atas dasar suka rela (‘an taradlin minkum), tanpa ada unsur paksaan.
· Dilakukan dengan pertimbangan mendatangkan maslahat/manfaat dan menghidari madarat.
· Dilakukan dengan mempertimbangkan nilai keadilan, menghindari eksploitasi, pengambilan kesempatan dalam kesempitan.

F. Ruang Lingkup

Jual-beli (al-bai’)
Gadai (al-rahn)
Jaminan dan tanggungan (al-kafalah dan al-dlaman)
Pemindahan hutang (al-hiwalah)
Pailit (al-taflis)
Perseroan atau perkongsian (al-syirkah)
Perseroan tenaga dan harta (al-mudarabah)
Sewa menyewa dan upah (al- ijarah dan ujrah)
Gugatan (al- syuf’ah)
Sayembara (ji’alah)
Pembagian harta bersama (al- qismah)
Pemberian (al- hibah)
Perdamaian (al- sulhu)
Permasalahan mu’ashirah (muhaditsah), seperti bunga bank, asuransi dll.

Objek Fiqh Muamalah dalam arti yang terbatas, terdiri dari:
1. Hak (huquq) dan pendukungnya.
2. Benda (mal) dan milik atas benda (tamlik).
3. Perikatan (akad).
Perbedaan antara Fiqh Muamalah dan Fiqh Ibadah:
1. Karakter fiqh muamalah dinamis, selalu berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat; sementara fiqh ibadah tidak berubah/stagnan.
2. Fiqh muamalah lebih bersifat ta’aqquli; sementara fiqh ibadah bersifat ta’abbudi.
3. Ketetapan hukum (fatwa) dalam fiqh ibadah menganut dasar kehatian-hatian; sementara dalam fiqh muamalah berdasar pada kemaslahatan.
4. Dalam fiqh muamalah kesempatan berijtihad lebih luas dibandingkan dalam fiqh ibadah. 

MILIK (KEPEMILIKAN)
A. Pengertian
 Penguasaan terhadap sesuatu benda (harta), yang penguasanya dapat bertindak terhadap sesuatu yang dikuasainya dan dapat mengambil manfaatnya apabila tidak ada halangan syara’.
 Halangan syara’ dimaksudkan sebagai sesuatu yang ditetapkan oleh syara’ yang menghalangi seseorang dalam penguasaan harta dan pemanfaatannya; seperti: anak kecil, pemboros dan orang yang sakit ingatan.
B. Macam-macam harta/benda
1. Benda yang tidak boleh menjadi milik perseorangan; yakni semua macam benda yang diperuntukkan bagi kepentingan umum.
2. Benda yang pada dasarnya tidak boleh dimiliki secara perseorangan, kecuali oleh sebab yang dibenarkan syara’.
3. Benda yang dibolehkan menjadi milik perseorangan; yakni semua benda yang bukan diperuntukkan bagi kepentingan umum, seperti jalan, wakaf, baitul mal.
Pemilikan atas benda tersebut bisa meliputi pemilikan atas benda sekaligus pemanfaatannya atau pemilikan atas salah satu dari keduanya (benda atau manfaatnya). 
C. Macam-macam milik
Milik dapat dibedakan menjadi dua macam:
1. Milik sempurna
2. Milik tidak sempurna

1. milik sempurna :
milik atas benda sekaligus manfaatnya
milik sempurna ini mempunyai ciri-ciri:
a. tidak dibatasi dengan waktu tertentu, maksudnya seseorang tetap memiliki benda dan manfaatnya selama kepemilikan belum berpindah ke orang lain dengan akad tertentu.
b. pemiliknya berhak untuk memanfaatkan atau mengelola benda yang menjadi miliknya sesuai keinginan.
Meskipun seseorang memiliki suatu barang secara sempurna, namun kepemilikan itu tidaklah mutlak. Maksudnya, terkait dengan fungsi harta itu sendiri, yaitu memiliki fungsi sosial.Jadi, di satu sisi pemilik sempurna berhak bertindak apa saja terhadap miliknya, namun di sisi lain kepemilikan itu ada fungsi sosial yang harus diperhatikan. Bahkan, ketika sampai pada kadar tertentu, harta tersebut wajib dikeluarkan zakatnya.

AKAD
A. Pengertian
Pengertian umum/luas:
Akad adalah semua tindakan seseorang yang dilakukan dengan niat dan keinginan kuat dalam hatinya, meskipun tindakan itu sepihak, seperti wakaf.
Pengertian khusus:
Akad adalah perikatan antara ijab dan qabul yang dibenarkan oleh syara’, yang menetapkan adanya akibat hukum pada objek akad.

Ijab adalah pernyataan pihak pertama mengenai iasi perikatan yang diinginkan, sementara qabul adalah pernyataan pihak kedua yang menerimanya.
Adanya ijab dan qabul ini diadakan untuk menunjukkan suatu keridlaan atau suka rela di antara dua pihak yang berakad, sehingga dari sini menimbulkan kewajiban masing-masing secara timbal balik.
B. Pembentukan Akad
Rukun akad:
a. Orang yang berakad (‘aqidain)
b. Objek akad (ma’qud ‘alaih)
c. Ijab dan qabul

a. Orang yang berakad (‘aqidain):
Secara umum, ‘aqid disyaratkan harus memiliki keahlian dan kemampuan untuk melakukan akad. Dari syarat tersebut kemudian fuqaha memberikan batasan.
-Ulama Malikiyah dan Hanafiyah, mensyaratkan bahwa ‘aqid harus berakal (sudah mumayyiz).
-Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah mensyaratkan bahwa ‘aqid harus baligh, berakal dan mampu memelihara agama dan hartanya.

Akad anak mumayyiz dipandang sah, dalam hal:
Akad yang bermanfaat bagi dirinya, seperti akad yang tidak memerlukan qabul. Contoh: hibah.
Tindakan yang mengandung “kemadlaratan” bagi dirinya, yaitu tindakan mengeluarkan harta miliknya tanpa memerlukan qabul, seperti meminjamkan atau memberikan suatu barang.
Sementara akad yang berdampak pada manfaat dan madlarat atau untung dan rugi, tidak dapat dilakukan oleh anak mumayyiz, kecuali atas ijin walinya.

b. Objek akad (ma’qud ‘alaih):
1). Objek akad harus ada ketika akad
2). Objek akad adalah sesuatu yang dibolehkan syara’
3). Objek dapat diberikan ketika akad
4). Objek harus diketahui dengan jelaS